Blogroll

Pages

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 01 April 2013

GENERAL EDUCATION (Pendidikan Umum)


Di Posting untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Ilmu Sosial Budaya Dasar (ISBD)
Jurusan : Teknik Informatika
Kelas    : TIB/II
Dosen   : Drs. Ana Maulana, M.Pd

KONSEP GENERAL EDUCATION
A.    Pengertian General Education
General Education adalah Pendidikan yang berkenaan dengan pengembangan keseluruhan kepribadian seseorang dalam kaitannya dengan masyarakat dan lingkungan hidupnya. Bisa juga disebut program pendidikan yang membina dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa dan mahasiswa.
Pendidikan Umum:
Merupakan pendidikan yang komprehensif, yaitu mendidik kepala, hati dan tangan
(sasaran yang disentuh : rasio, rasa dan tingkah laku)
B.     Latar Belakang Lahirnya General Education
Reaksi terhadap kecenderungan masyarakat modern yang mendewakan produk teknologi dan cenderung mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan sebagai akibat dari produk sistem pendidikan modern yang sekular, yaitu pendidikan yang mementingkan pengembangan spesialisasi, sementara pengembangan nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal nyaris terabaikan.


Di luar negeri (khususnya di Amerika)
Laporan lima puluh tahunan dari Nation Society for the study of education tahun 1958, program studi general education di Amerika, dilatarbelakangi oleh empat hal, yaitu :
Sebagai reaksi masyarakat terhadap spesialisasi keilmuan yang berlebihan, dimana para spesialis telah mendewakan hasil-hasil temuannya yang menakjubkan, sementara mereka lupa pada nilai-nilai esensial kemanusiaannya.
Sebagai reaksi terhadap kepincangan penguasaan minat-minat khusus dengan perolehan peradaban yang lebih luas
Sebagai reaksi terhadap pengkotak-kotakan kurikulum dan pecahnya pengalaman belajar siswa
Sebagai reaksi terhadap formalism dalam pendidikan liberal.
Pada abad 20 di Amerika dan Eropa, hasil analisis mereka berkesimpulan bahwa sistem pendidikan modern telah menghasilkan para saintis dan teknokrat yang handal tapi tidak melahirkan para lulusan yang memiliki integritas kepribadian yang matang.
Padahal menurut Philip H. Phenix (1964:6), enam pola makna esensial bagi segenap mahasiswa :
Makna symbolycs, yaitu kemampuan berbahasa dan berhitung
Makna empirics, yaitu kemampuan untuk memaknai benda-benda melalui proses penjelajahan dan penyelidikan empiris
Makna esthetics, yaitu kemampuan memaknai keindahan seni dan fenomena alam
Makna ethics, yaitu kemampuan memaknai baik dan buruk
Makna synoetics, yakni kemampuan berfikir logis, rasional sehingga dapat memaknai benar dan salah
Makna synoptic, yaitu kemampuan untuk beragama atau berfilsafat
Keenam pola makna di atas dikemas dalam bentuk General Education (pendidikan umum). Philip H. Phenix juga merumuskan Tujuan Pendidikan Umum itu, yaitu:
A complete person should be skilled in the use of speech, symbol and gesture, factually well informed, capale of creating and apresiating object of esthetic significance, endowed with a rich and disciplined life in relation to self and others, able to make wise decision and to judge between right and wrong and possed of an integral out look. Yang artinya manusia yang memiliki kemampuan dalam menggunakan kata-kata, symbol, isyarat, dapat menerima informasi factual, dapat melakukan dan mengapresiasikan objek-objek seni, memiliki kemampuan dan disiplin hidup dalam hubungan dengan dirinya maupun orang lain, cakap dalam mengambil keputusan yang bijaksana, dapat mempertimbangkan antara yang benar dan yang salah serta memiliki pandangan yang integral.



Di Eropa
Pada abad 20 di Amerika dan Eropa, hasil analisis mereka berkesimpulan bahwa sistem pendidikan modern telah menghasilkan para saintis dan teknokrat yang handal tapi tidak melahirkan para lulusan yang memiliki integritas kepribadian yang matang.
Padahal menurut Philip H. Phenix (1964:6), enam pola makna esensial bagi segenap mahasiswa :
1. Makna symbolycs, yaitu kemampuan berbahasa dan berhitung
2. Makna empirics, yaitu kemampuan untuk memaknai benda-benda melalui proses penjelajahan dan penyelidikan empiris
3. Makna esthetics, yaitu kemampuan memaknai keindahan seni dan fenomena alam
4. Makna ethics, yaitu kemampuan memaknai baik dan buruk
5. Makna synoetics, yakni kemampuan berfikir logis, rasional sehingga dapat memaknai benar dan salah
6. Makna synoptic, yaitu kemampuan untuk beragama atau berfilsafat
Keenam pola makna di atas dikemas dalam bentuk General Education (pendidikan umum). Philip H. Phenix juga merumuskan Tujuan Pendidikan Umum itu, yaitu:
A complete person should be skilled in the use of speech, symbol and gesture, factually well informed, capale of creating and apresiating object of esthetic significance, endowed with a rich and disciplined life in relation to self and others, able to make wise decision and to judge between right and wrong and possed of an integral out look. Yang artinya manusia yang memiliki kemampuan dalam menggunakan kata-kata, symbol, isyarat, dapat menerima informasi factual, dapat melakukan dan mengapresiasikan objek-objek seni, memiliki kemampuan dan disiplin hidup dalam hubungan dengan dirinya maupun orang lain, cakap dalam mengambil keputusan yang bijaksana, dapat mempertimbangkan antara yang benar dan yang salah serta memiliki pandangan yang integral.
.

Jumat, 22 Maret 2013

LATENT SOSIAL PROBLEM


Masalah sosial laten (latent social problems) merupakan masalah sosial yang sebenarnya sudah ada, walaupun belum meluas, namun oleh sekelompok masyarakat ditutup-tutupi dan dianggap tidak ada. Masalah sosial ini sewaktu-waktu akan muncul menjadi masalah sosial manifes. Misalnya masalah konflik sosial yang disebabkan oleh suku, ras, agama, dan antar golongan, kebebasan hubungan seks di kalangan ramaja dan terorisme.
CONTOH LATENT SOSIAL PROBLEM
Kemiskinan merupakan masalah sosial laten yang senantiasa hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk menyibak tirai dan mungkin “misteri” mengenai kemiskinan ini. Dalam konteks masyarakat Indonesia, masalah kemiskinan juga merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji secara terus menerus. Ini bukan saja karena masalah kemiskinan telah ada sejak lama, melainkan pula karena masalah ini masih hadir di tengah-tengah kita dan bahkan kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan krisis multidimensional yang masih dihadapi oleh Bangsa Indonesia. Meskipun pembahasan kemiskinan pernah mengalami tahap kejenuhan sejak pertengahan 1980-an, upaya pengentasan kemiskinan kini semakin mendesak kembali untuk dikaji ulang. Beberapa alasan yang mendasari pendapat ini antara lain adalah:
Pertama, konsep kemiskinan masih didominasi oleh perspektif tunggal, yakni “kemiskinan pendapatan” atau “income-poverty” (Chambers, 1997). Pendekatan ini banyak dikritik oleh para pakar ilmu sosial sebagai pendekatan yang kurang bisa menggambarkan potret kemiskinan secara lengkap. Kemiskinan seakan-akan hanyalah masalah ekonomi yang ditunjukkan oleh rendahnya pendapatan seseorang atau keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kedua, jumlah orang miskin di Indonesia senantiasa menunjukkan angka yang tinggi, baik secara absolut maupun relatif, di pedesaan maupun perkotaan Meskipun Indonesia pernah dicatat sebagai salah satu negara berkembang yang sukses dalam mengentaskan kemiskinan, ternyata masalah kemiskinan kembali menjadi isu sentral di Tanah Air karena bukan saja jumlahnya yang kembali meningkat, melainkan dimensinya pun semakin kompleks seiring dengan menurunnya kualitas hidup masyarakaat akibat terpaan krisis ekonomi sejak tahun 1997. Ketiga, kemiskinan mempunyai dampak negatif yang bersifat menyebar (multiplier effects) terhadap tatanan kemasyarakatan secara menyeluruh. Berbagai peristiwa konflik di Tanah Air yang terjadi sepanjang krisis ekonomi, misalnya, menunjukkan bahwa ternyata persoalan kemiskinan bukanlah semata-mata mempengaruhi ketahanan ekonomi yang ditampilkan oleh rendahnya daya beli masyarakat, melainkan pula mempengaruhi ketahanan sosial masyarakat dan ketahanan nasional. Sadar bahwa isu kemiskinan merupakan masalah laten yang senantiasa aktual, pengkajian konsep kemiskinan merupakan upaya positif guna menghasilkan pendekatan dan strategi yang tepat dalam menanggulangi masalah krusial yang dihadapi Bangsa Indonesia dewasa ini.